AMBON, TM. – Seorang perempuan berinisial WK, warga Kota Ambon, mengaku menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) oleh suaminya, yang merupakan anggota Lanud Pattimura berinisial Pratu TLS.
Kepada wartawan, Minggu (23/2/2025), WK menyatakan bahwa dirinya telah tiga kali melaporkan kasus ini ke POM Lanud Pattimura, tetapi tidak mendapatkan tanggapan yang memadai.
“Saya sudah melapor tiga kali, tapi tidak digubris. Saya tidak mendapat bukti pelaporan, bahkan tidak di-BAP,”ungkapnya. WK juga menunjukkan beberapa memar di tubuhnya sebagai bukti kekerasan yang dialaminya.
Menurut WK, kekerasan pertama terjadi pada Agustus 2024, sekitar lima bulan setelah pernikahan, dan kembali berulang dua kali pada September 2024.
WK juga mengungkapkan bahwa meskipun suaminya sempat ditahan, ia kemudian dilepaskan tanpa pemberitahuan kepadanya.
“Kasus ini mengambang. Dia pernah ditahan, tapi tanpa sepengetahuan saya sudah dilepaskan. Saya hanya ingin keadilan,” keluhnya.
Ia berharap POM Lanud Pattimura dapat memberikan perlindungan dan sanksi hukum yang tegas terhadap pelaku. Namun, ia justru menduga ada unsur pembiaran terhadap kasus ini.
“Kabar terakhir, SKP-nya sudah turun dan dia akan pindah dinas ke Jakarta, padahal dia masih bermasalah. Saya ingin keadilan,” tandasnya.
Selain mengalami KDRT, WK juga mengaku telah ditipu oleh suaminya terkait status pernikahan mereka.
Menurutnya, sejak menikah pada Mei 2024, ia tidak pernah menerima surat nikah.
Saat mengecek langsung ke Kantor Urusan Agama (KUA), ia baru mengetahui bahwa pernikahannya tidak pernah terdaftar secara resmi.
“Saya percaya dia sudah mengurus semuanya, karena dia meminta semua dokumen, termasuk foto untuk buku nikah. Bahkan, kami sudah tinggal di asrama AURI, yang salah satu syaratnya adalah memiliki buku nikah,” ujarnya.
Menanggapi laporan WK, Kepala Penerangan Lanud Pattimura, Sus Lulut Dwi Atmanto, membantah bahwa kasus ini diabaikan.
“Oh, sudah kok, ada laporan dan sudah dimediasi. Namanya juga suami istri, jadi kami harus memastikan kebenarannya,” katanya.
Ia menjelaskan bahwa pihaknya telah memfasilitasi upaya damai antara kedua belah pihak. Namun, ia juga menegaskan perlunya bukti visum dan saksi untuk menindaklanjuti laporan.
“Kalau ada bukti visum dan saksi, tentu bisa diproses. Ini kan laporan sepihak dari istri, jadi harus mendengar juga dari suami,” jelasnya.
Pernyataan ini bertolak belakang dengan pernyataan WK, yang merasa suaminya tidak pernah ditindak sesuai hukum yang berlaku.(TM-02)