Ambon, TM.- Rencana pembangun proyek strategi nasional (Site Radar) untuk keamanan negara, di kawasan Nusaniwe, Kota Ambon, mendapat penolakan keras dari masyarakat adat setempat.
Penolakan ini disampaikan langsung oleh Minggus Watilette, Pendiri Lembaga Adat Masyarakat Negeri Nusaniwe, usai mengikuti rapat bersama Komisi I, II DPRD, Pemerintah Kota Ambon, Balai Kehutanan dan Pangkalan Utama Angkatan Udara (Lanud) Pattimura, di Ruang Baileo Rakyat Karang Panjang Ambon, Kamis (21/8/2025).
Dia menjelaskan, Surat Keputusan 1150 yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan dan Menkumham kepada Kementerian Pertahanan, samasekali tidak menetapkan lokasi pembangunan Site Radar. Di mana bersifat abu-abu atau samar, karena hanya menyebut 8.42 hektare berada di Provinsi Maluku.
“Nah, setelah ada Analisis dari TNI AU, lalu menetapkan Puncak Gunung Siwang menjadi prioritas untuk pembangunan Site Radar. Jadi hasil analisis dibuat sendiri, di mana hasil perengkingan alternatif Gunung Siwang menjadi yang pertama, namun selama ini pihak Lanud tidak pernah menyampaikan hal itu kepada masyarakat,” kata Watilette.
“Jujur saja, kami tahu bahwa tujuan utama pembangunan itu untuk spot paralayang. Kalau tidak ada spot paralayang, hal itu bukan menjadi pilihan,” tambah dia.
Dia mengatakan, masyarakat adat merasa hak-hak adatnya telah dikebiri oleh pemerintah. Karena selama ini, masyarakat sudah berjuang, bahkan sejak puluhan tahun lamanya untuk mempertahankan hak-hak mereka. Namun kalau tiba-tiba digusur, lantas masyarakat akan mendapat air dari mana lagi.
“Konon, akan dibangun sebanyak 100 perumahan untuk prajurit, belum lagi ditambah site radar. Sementara di lokasi tersebut hanya terdapat satu sumber mata air yang menjadi kebutuhan primer masyarakat adat di sana. Artinya kalau kurang lebih 100 meter akan digusur, maka sumber air akan kering,” ujarnya.
Kalau langkah itu diambil, sambung dia, maka pemerintah tidak hadir untuk masyarakat. Semestinya pemerintah melindungi hak-hak masyarakatnya, termasuk hak adat.
“Satu-satunya sumber mata air itu untuk menghidupi masyarakat Dusun Eri, Air Lou, Negeri Silale dan sebagian masyarakat Latuhalat,” katanya.
Sehingga dengan tegas pihaknya menolak proyek strategi nasional tersebut. Dia menyebut, masyarakat adat tidak pernah alergi dengan infrastruktur pembangunan, namun langkah yang ditempuh harus sesuai mekanisme atau aturan yang berlaku. Karena, lanjut dia, kalau hasil analisis dilanggar sendiri oleh Lanud, lalu negara mau jadi apa?
“Yang pastinya, masyarakat tidak pernah menolak infrastruktur pembangunan dari pemerintah untuk kepentingan negara, tapi pembangunan itu harus juga tunduk pada aturan-aturan yang sudah dikeluarkan,” tegasnya.
Azis Sangkala, Wakil Ketua DPRD Maluku mengatakan, pihaknya sudah melakukan kesepakatan dengan semua unsur terkait, yang mana Walikota Ambon akan mengambil alih mediasi bersama masyarakat, agar secepatnya proyek untuk memastikan keamanan negara itu bisa terlaksana.
“Yang pasti hak-hak masyarakat adat akan menjadi prioritas pemerintah dan wakil rakyat,” katanya.(TM-04)