Ambon, TM – Ketua Komisi II DPRD Provinsi Maluku, Irawadi, menilai keputusan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH MIGAS) yang memangkas jatah minyak tanah (Mitan) untuk Maluku sebanyak 3.000 kiloliter (KL) pada tahun 2025 sebagai langkah yang tidak adil.
Menurutnya, jatah minyak tanah tahun 2024 sebesar 106.000 KL saja sudah tidak mencukupi kebutuhan masyarakat, apalagi jika mengalami pengurangan lebih lanjut.
“Ini pasti sangat berdampak bagi seluruh sektor kehidupan masyarakat. Minyak tanah masih menjadi kebutuhan utama, baik untuk memasak maupun aktivitas lainnya. Jika dikurangi, masyarakat akan semakin kesulitan,” ujar Irawadi kepada wartawan di Ambon, Senin (13/1/2025).
DPRD Akan Sampaikan Aspirasi ke Pemerintah Pusat
Menanggapi kebijakan ini, Komisi II DPRD Maluku telah melakukan evaluasi dan rapat bersama Pertamina, Dinas ESDM Maluku, serta instansi terkait lainnya. Mereka berencana menyampaikan aspirasi masyarakat kepada pemerintah pusat, khususnya melalui Kementerian ESDM dan BPH MIGAS, yang memiliki kewenangan dalam menentukan kuota distribusi minyak tanah.
“Kami akan meminta agar kebijakan ini dikaji ulang demi kepentingan masyarakat Maluku,” tegas Irawadi.
Selain itu, DPRD Maluku juga menyoroti Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2018, yang menjadi dasar dalam penentuan dan distribusi minyak tanah.
“Kebijakan ini perlu ditinjau kembali agar lebih adil bagi daerah-daerah yang masih sangat bergantung pada minyak tanah,” tambahnya.
Dengan langkah-langkah ini, DPRD Maluku berharap kebutuhan masyarakat akan minyak tanah tetap tercukupi dan tidak mengalami kendala akibat pengurangan kuota. (TM-02)