Ambon, TM – Klub sepak bola Jong Ambon FC resmi mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap Asosiasi Provinsi PSSI Maluku (ASPROV PSSI Maluku) atas pembatalan sepihak keikutsertaan mereka di Liga 4 Maluku 2024-2025.
Gugatan ini diajukan oleh kuasa hukum pemilik Jong Ambon FC, Rhony Sapulette, melalui Pengadilan Negeri Ambon. Sidang perdana telah digelar pada 11 Maret 2025, namun pihak Asprov tidak hadir. Sidang lanjutan dijadwalkan berlangsung pada Selasa (18/3).
Kuasa hukum Jong Ambon FC, Rudy Wakano, dalam keterangannya pada Jumat (14/3), menyatakan bahwa pihaknya menuntut ganti rugi sebesar Rp 2,26 miliar.
Jumlah tersebut mencakup biaya persiapan tim selama lima bulan dan dampak immateriil akibat pencemaran nama baik klub serta hilangnya kesempatan pemain untuk berkompetisi.
“Jong Ambon FC telah melakukan persiapan panjang dan membayar biaya pendaftaran Rp 10 juta. Namun, mereka tiba-tiba mendapat pemberitahuan melalui WhatsApp dari Sekretaris ASPROV PSSI Maluku, Martinus Manuputty, yang menyatakan bahwa klub tidak diizinkan berpartisipasi di Liga 4 tanpa alasan yang jelas,” ujar Wakano.
Keputusan ini diperkuat oleh Ketua ASPROV PSSI Maluku, Sofyan Chang Lestaluhu, saat dikonfirmasi oleh pemilik klub.
Sementara itu, pemilik Jong Ambon FC, Rhony Sapulette, menyesalkan sikap ASPROV yang dinilai menghambat perkembangan sepak bola lokal.
“Harusnya Asprov bangga memiliki klub seperti Jong Ambon FC yang membina pemain dari U-17 hingga Liga 3 dan 4. Kami memiliki fasilitas di berbagai daerah untuk mendukung pengembangan pemain. Tapi justru kami dicoret tanpa alasan,” katanya.
Jong Ambon FC merupakan klub berprestasi yang pernah menjuarai kompetisi Suratin dan Piala Wali Kota Ambon pada 2021. Mereka juga mewakili Maluku di kompetisi nasional U-17 di Malang, Jawa Timur.
Menurut Sapulette, minimnya dukungan Asprov terhadap klub yang aktif membina pemain muda juga menjadi masalah. “Asprov hanya menyelenggarakan kompetisi tanpa kontribusi nyata setelah klub menjadi juara. Bahkan bola pun tidak diberikan,” tambahnya.
Melalui gugatan ini, pihaknya berharap ada kejelasan hukum dan perlindungan bagi klub-klub lokal agar kejadian serupa tidak terulang.
“Kami ingin keadilan dan kepastian hukum bagi klub yang berjuang membangun sepak bola daerah. Ini bukan hanya soal uang, tapi juga menyangkut masa depan anak-anak Maluku yang bercita-cita menjadi pesepak bola profesional,” tegas Sapulette. (TM-02)