Ambon, TM.- Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Ambon mengakui, masih banyak hal yang mesti dievaluasi menyeluruh saat pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) Walikota dan Wakil Walikota Ambon.
Hal ini disampaikan oleh Ketua KPU Kota Ambon, Kaharudin Mahmud dalam Focus Group Discussion (FGD) terkait evaluasi Pemilu Walikota dan Wakil Walikota Ambon Tahun 2024, di Desa Passo, Selasa (25/2/2025).
Menurut dia, kolektifitas masyarakat harus saling bahu-membahu untuk membenahi jalannya tahapan Pemilu yang dianggap masih mengalami kekurangan, termasuk pelanggaran Pemilu.
“Untuk menciptakan Pemilu yang bersih, jujur, adil dan demokratis, kita perlu bahu-membahu, baik itu KPU, Bawaslu, Parpol dan juga masyarakat. Digelarnya FGD ini karena memang kita ingin Pemilu kedepannya berjalan sesuai cita-cita bersama,” ujar Mahmud.
Pantauan timesmaluku.com dalam FGD yang berlangsung di Kantor KPU Kota Ambon, Kawasan Desa Passo, Kecamatan Baguala, Kota Ambon, banyak sekali persoalan yang dievaluasi, seperti Daftar Pemilih Tetap (DPT) antara KPU dan Bawaslu yang dinilai tidak mengalami kecocokan.
Kemudian partisipasi pemilih yang menurun, adanya pencoblosan ganda, pencoblosan surat suara sisa, penyelenggara sementara (ad hoc) yang bermasalah di wilayah kerjanya, dan yang paling menjadi problem besar adalah politik uang.
Dr. Safrudin Layn, akademisi dari Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon mengatakan, politik uang saat ini memang sulit untuk dihilangkan. Hal ini terjadi lantaran, banyak pemilih yang menganggap serangan fajar telah menjadi tabiat musiman.
“Prinsipnya politik uang itu tidak boleh, karena melanggar Undang-undang, dan itu adalah tindakan pidana atau melawan hukum. Tapi di sisi lain, terkait politik uang ini memang sulit sekali untuk dihindari, karena banyak kalangan masyarakat menganggap serangan fajar sebagai musiman,” kata Layn saat menjawab pertanyaan dari peserta.
Dia bahkan berasumsi, kurangnya partisipasi pemilih dalam setiap momentum politik, bisa jadi lantaran politik uang. Artinya, karena tidak ada uang masyarakat akhirnya memilih untuk beraktivitas lain, ketimbang harus pergi ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk menyalurkan hak demokrasinya.
“Sisi lain, kurangnya partisipasi pemilih lantaran TPS yang selalu berpindah-pindah, sehingga orang malas untuk jalan ke tempat yang lebih jauh,” katanya.
Dia berharap, masyarakat agar menghindar politik uang, dan tak dijadikan sebagai kebutuhan. Karena jelas-jelas tindakan tersebut adalah pidana alias melanggar hukum dan Undang-undang Kepemiluan.
“Kita berharap Pemilu-pemilu kedepannya bisa berjalan dengan baik,” harapnya mengakhiri. (TM-05)