AMBON, TM.— Penanganan kasus dugaan korupsi anggaran Covid-19 tahun 2020 di Kabupaten Maluku Tenggara yang menyeret nama Bupati M. Thaher Hanubun hingga kini belum menunjukkan perkembangan signifikan.
Meski telah dilakukan serangkaian pemeriksaan terhadap Hanubun dan sejumlah pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD), kasus ini masih berstatus penyelidikan oleh Ditreskrimsus Polda Maluku.
Pihak kepolisian terakhir kali memeriksa Hanubun pada 2024, berdekatan dengan momen jelang Pilkada serentak. Namun, setelah itu, tidak terlihat lagi adanya langkah berarti dari pihak penyidik untuk menindaklanjuti kasus yang diduga merugikan negara hingga puluhan miliar rupiah tersebut.
Kabid Humas Polda Maluku Kombes Pol. M. Roem Ohoirat, melalui Kasi Penmas AKP Imelda Haurissa, menyatakan bahwa proses hukum terhadap kasus ini masih berjalan di tahap penyelidikan. Namun, saat ditanya soal progres, Haurissa enggan memberikan keterangan lebih lanjut.
Mandeknya kasus ini mendapat sorotan dari praktisi hukum di Maluku. Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Maluku (YLBHM), Hendrik Lusikooy, menilai polisi harus bekerja secara profesional dan tidak memperlambat proses hukum.
“Polisi harus bertindak profesional. Ini soal penegakan hukum dan masyarakat akan ikut mengawal. Tidak bisa dibiarkan begitu saja,” tegas Lusikooy kepada wartawan, Rabu (16/4/2025).
Berdasarkan informasi dari sumber internal Ditreskrimsus Polda Maluku, terdapat tekanan agar kasus ini tidak dilanjutkan ke tahap penyidikan. Bahkan sempat ada upaya untuk menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP2P), namun hingga kini belum dilakukan oleh tim penyelidik.
“Kasus ini bukti-buktinya kuat. Salah satunya dalam LKPJ tahun 2020 yang ditandatangani langsung oleh M. Thaher Hanubun, disebutkan anggaran Covid-19 sebesar Rp96 miliar. Padahal kebutuhan riil berdasarkan repoposing OPD hanya Rp40 miliar. Artinya ada selisih Rp56 miliar yang tidak jelas penggunaannya,” beber sumber tersebut.
Informasi ini diperkuat dengan keterangan Kepala Dinas Sosial Malra, Hendrikus Watratan, yang tidak dapat mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran. Bahkan, menurut sumber, Watratan sempat pingsan saat diperiksa karena tekanan atas tumpang tindih anggaran, mengingat Rp71 miliar sudah ditangani langsung oleh pemerintah pusat.
Kasubdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Maluku, Kompol Ryan, saat dikonfirmasi, menegaskan bahwa kasus ini masih berjalan. “Lanjut. Masih jalan,” singkatnya kepada wartawan.
Namun, pernyataan tersebut belum cukup menjawab keraguan publik atas lambannya penanganan kasus ini. Masyarakat kini berharap agar aparat penegak hukum dapat segera menuntaskan penyelidikan dan, jika terbukti, meningkatkan kasus ini ke tahap penyidikan demi tegaknya keadilan dan transparansi pengelolaan keuangan daerah.(TM-03)