AMBON, TM.– Dugaan penyalahgunaan wewenang (abuse of power) kembali mencuat di lingkup lembaga penegak hukum. Kali ini terjadi di lingkungan Kejaksaan Negeri (Kejari) Buru yang berada di bawah naungan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku.
Sumber internal menyebutkan adanya intervensi oleh salah satu oknum pejabat Kejari Buru yang juga menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek rehabilitasi gedung kantor Kejari Buru tahun anggaran 2025.
Oknum tersebut diduga melangkahi hasil lelang resmi yang telah ditetapkan oleh Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kejaksaan Agung RI.
Lelang proyek tersebut dinyatakan selesai pada 22 Maret 2025. CV. Hulung Raya ditetapkan sebagai pemenang oleh Pokja, setelah melewati proses evaluasi dan sanggahan. Meski demikian, kontrak justru ditandatangani dengan CV. Deff’s Contruksi, yang sebelumnya hanya menempati posisi kedua.
Ironisnya, CV. Deff’s pernah mengajukan sanggahan namun telah ditolak secara resmi karena tidak memenuhi syarat. Tanpa mengajukan banding, seharusnya proses lelang dianggap final dengan CV. Hulung Raya sebagai pemenang.
Namun, berdasarkan informasi yang dihimpun redaksi, CV. Hulung Raya tidak dilibatkan dalam pekerjaan proyek. Bahkan, pemilik perusahaan disebut mendapat tekanan dari oknum PPK tersebut.
“Dia sudah diancam,” ujar sumber terpercaya yang enggan disebutkan namanya, Kamis (8/5/2025).
Tindakan itu memunculkan dugaan kuat adanya penyimpangan kewenangan yang berpotensi melanggar hukum.
“Kalau benar demikian, ini jelas abuse of power. Menyalahgunakan jabatan untuk menakut-nakuti peserta tender itu tidak bisa dibenarkan secara hukum,” tegas Filei Pistos Noija, praktisi hukum asal Maluku.
Menurut Noija, proses lelang yang sudah dinyatakan sah tidak boleh diubah secara sepihak. “Jika pemenang resmi tidak dilibatkan dan malah yang kalah justru bekerja, ini pelanggaran yang serius. Kontrak harus dibatalkan dan proses lelangnya ditinjau ulang,” tegasnya.
Ia juga menyesalkan hal ini terjadi di institusi hukum seperti Kejari Buru. “Mereka seharusnya menjadi garda terdepan dalam pemberantasan pelanggaran hukum. Tapi malah terindikasi melanggarnya. PPK dan Pokja harus diperiksa,” tutup Noija.(TM-05)