Ambon, TM. — Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Tahun Ajaran 2025–2026 di SMA Negeri 1 Ambon menuai polemik tajam. Sejumlah calon siswa berprestasi dilaporkan gagal lolos seleksi, memicu kemarahan publik dan meminta perhatian serius dari DPRD Provinsi Maluku.
Merespons kegaduhan tersebut, Komisi IV DPRD Maluku memanggil Penjabat Kepala Dinas Pendidikan Maluku, James Leiwakabessy, dalam rapat dengar pendapat yang digelar Rabu malam (2/7/2025) di Baileo Rakyat, Karang Panjang, Ambon.
Ketua Komisi IV DPRD Maluku, Saodah Tethool, mengungkapkan bahwa pihaknya menerima banyak laporan dari orang tua siswa. Keluhan utamanya adalah ketidakjelasan proses seleksi, di mana anak-anak dengan nilai akademik tinggi justru tersingkir, sementara siswa lain dengan prestasi lebih rendah berhasil lolos.
“Ini menjadi tanda tanya besar. Kami tidak bisa tinggal diam ketika anak-anak yang punya potensi justru tidak mendapatkan kesempatan karena sistem yang amburadul,” ujar Tethool.
Menurut Tethool, PPDB tahun ini menggunakan tiga jalur utama: zonasi, afirmasi, dan prestasi. Namun, jalur prestasi disebut mengalami kekacauan karena adanya dua sistem pendaftaran yang berjalan secara paralel tanpa koordinasi antara Dinas Pendidikan dan pihak sekolah.
Dua Sistem Berjalan Tanpa Sinkronisasi
Dalam rapat tersebut, James Leiwakabessy mengakui bahwa memang terjadi pembukaan dua aplikasi berbeda secara bersamaan. Satu aplikasi dikembangkan oleh Dinas Pendidikan, sementara aplikasi lainnya dibuat oleh mantan Penjabat Kepala SMA Negeri 1 Ambon.
Akibat ketidaksinkronan itu, proses pemberkasan dan verifikasi siswa menjadi tumpang tindih. Sejumlah calon siswa pun tereliminasi secara sepihak tanpa penjelasan resmi.
“Bagaimana mungkin di era digital seperti sekarang ini, dua sistem berjalan tanpa koordinasi? Yang menjadi korban adalah siswa dan orang tua,” tegas Tethool.
Komisi IV menyatakan akan memanggil kembali seluruh pihak terkait, termasuk pengembang aplikasi, dalam rapat lanjutan. Tujuannya adalah untuk mengungkap secara terbuka persoalan sebenarnya dan siapa yang bertanggung jawab atas kekacauan tersebut.
Usai rapat, James Leiwakabessy menolak memberikan komentar kepada awak media. Ia hanya menyarankan agar pertanyaan diarahkan ke Ketua Komisi IV atau Kepala Bidang SMA.
Sikap tertutup ini semakin memicu kekecewaan di kalangan publik. Beberapa anggota dewan bahkan mendesak agar pelaksanaan PPDB tahun ini dievaluasi secara menyeluruh. Mereka menilai, lemahnya koordinasi dan minimnya transparansi telah merugikan banyak siswa.
“Kalau ditemukan pelanggaran serius dan pelanggaran hak siswa, maka harus ada sanksi. Ini menyangkut masa depan anak-anak kita,” ujar salah satu anggota Komisi IV.
DPRD berjanji akan mengawal proses ini hingga tuntas dan memastikan agar ke depan tidak ada lagi kesalahan serupa dalam pelaksanaan PPDB di Maluku.(TM-02)