AMBON, TM.– Program Bahan Bakar Minyak (BBM) Satu Harga kembali disorot publik di Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) setelah dua Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang telah diresmikan pada akhir 2024, hingga kini belum beroperasi.
Anggota DPRD Provinsi Maluku, Anos Yeremias, menyampaikan kekecewaannya saat melakukan reses di Desa Mahaleta, Kecamatan Mdona Hiera—salah satu lokasi SPBU BBM Satu Harga yang belum berfungsi.
“Sudah diresmikan, tapi belum beroperasi. Saya tidak tahu apakah peresmiannya hanya seremonial semata. Ini harus dipertanyakan,” ujar Anos kepada wartawan di Baileo Rakyat Karang Panjang, Ambon, Rabu (9/4/2025).
Politisi Partai Golkar dari daerah pemilihan MBD dan Kepulauan Tanimbar itu menyebut, peresmian dua SPBU—di Mahaleta dan Arwala, Kecamatan Wetar Timur—telah dilakukan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, pada 18 Desember 2024. Namun hingga April 2025, SPBU tersebut belum melayani masyarakat.
“Kondisi ini tentu memupus harapan warga terhadap pemerataan energi, khususnya di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Kalau tidak segera beroperasi, harga BBM di Mahaleta akan tetap mahal,” tegasnya.
Yeremias menambahkan, meskipun Pertamina telah mulai mendistribusikan BBM ke wilayah MBD, distribusi tersebut belum menjangkau semua titik SPBU yang telah diresmikan. Saat ini, hanya SPBU di Lurang, Kecamatan Wetar Utara, yang sudah beroperasi penuh.
Program BBM Satu Harga yang diluncurkan pemerintah sejak 2017 dan didukung oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), bertujuan untuk menjamin ketersediaan dan keterjangkauan energi secara merata di seluruh Indonesia.
Hingga akhir 2024, tercatat 583 titik penyalur telah dibangun dengan total anggaran penugasan sekitar Rp 800 miliar dari Pertamina.
Anos menegaskan pentingnya perhatian serius dari pemerintah pusat dan Pertamina terhadap kondisi ini.
“Program BBM Satu Harga adalah wujud nyata keadilan sosial. Jangan biarkan masyarakat terus menunggu tanpa kepastian,” tandasnya.(TM-03)